Kamis, 29 Maret 2012

ZAWAWI IMRON

                                                                    KALENJAR LAUT

inilah karya pak de zawawi imron yang meraih penghargaan dithailand, dilihat dari kentalnya beliau sebagai penyair yang asli madura sehingga dari setiap karyanya tidak lepas dari budaya madura, letak geografis dima ia dilahirkan sangatlah mendukung bagi para penulis, kiprahnya dalam dunia kesusastraan sangatlah lama sekali dalam membawa nama baik kesusastraan indonesia,

cerpen

Senin, 16 Januari 2012

SAJAK-SAJAK MAHENDRA





mahendra
MAKAR SEEKOR IKAN GABUS

"ikan dimana kau?"
"di hatimu!"

perlahanlahan tubuhmu berlendir dan amis, seperti ikan.

seperti tiap pagi datang dan matamu meremang. bermunculan ikaniakan dari hatimu. serupa gamang -remangremang cahaya teplok di atas perahu, menjauh di ujung selat- laut biru menunggu lesu. diteluk orangorang memanjat hajat. mengirim do'ado'a ke punggung bukit. di lebak, berloncatan ikanikan dari bibirnya; memanggil kilat dan petir agar datang membawa murka. kemudian diangkat tangannya: menunjuk ke langit. langitlangit rumah coklat tua di balebale kapalnya. ke barat- timur ke selatan-utara pukat di sebar menutupi mimpimimpi menangkapi kutukan di teluk, bubububu berlumut di rendam rindu: "bismillah, kan-ikan, ikan gabus, janji di bawa sampai mati. jika engkau datang, tinggallkan angin sakal di negeri eberang. di sini, siwalan akan aku bawa berlari".
di tengah air ini. arus begitu kuatmenarikku. seakan masa lalu yang kelabu. bau amis memasuki hidung, persis sekelompok orangorang gelap; dengan senapan dan bayonit merayapi ketakutan warga. di tengah ketakutanku, seketika rumahrumah sepi, sekolah dan madrasah, dangau, musallah dan biara sunyi. meninggalkan gaung do'ado'a dalam diri. do'ado'a, sebelum air keramat di basuhkan ke kapal, jika para nelayan pergi nyampan.

ditengah air ini. di tengah arus yang membawa ketakutanku. kemudian aku hanyalah lukaluka waktu. bergetar par-exellence memadati hatimu. seperti ikan gabus di kepala ibu-bapakmu.




                                                                                    Sumenep 2010











mahendra
LAGU IKAN ASIN
:Ultima volta, gorky!

di daratan: seseorang merasa kemalangan manusia adalah sesuatu di masa lalu. nasib buruk yang berhamburan menutupi langitlangit kamar. hingga badai tak dapat di cegah, angin marah gelisah, orangorang berhayal menjadi barbosa di buritan kapal. tapi kematian mengikuti pelanpelan dengan langkah pasti. "waktu yang berlepasan setajam belati". di daratan kau tak melakukan apapun selain membatu.
lantas kemarin, hari ini sama saja bahayanya. di daratan; kita adalah ikanikan yang malang. menciumi kemarau dengan janjijanji kematian yang jelas. serupa jalanjalan cahaya di tiang petromak; matahari terjatuh. memeram mimpimimpi sebagai ilusi. dan masa lalu menulisnya sebagai puisi.
dimana akan kita cari kematian? tak ada kematian dalam kamusku, apalagi yang ke dua. sebab ia hanya di darat menulis nasibnya. di darat; tempat orangorang sawi menguliti batok kepala tamannya, kemudian mengalungkannya sebagai takdir.
di daratan: kematian di ulang sebagai dendam. seperti puisi.




                                                                                    Sumenep 2010





















Mahendra
MAKAN MALAM BERSAMA AYAH
                                                            :Munir!


Gumpalan tanah adalah rumahnya. Seperti siang yang panjang. Berkisah tentang kehidupan yang sesungguhnya; tentang apakah yang mereka mimpikan? Beritaberita yang tak berpihak terus saja menjadi kanakkanak nakal, menghilangkan tubuhnya pada aspal, senja dan stasiun: dimana kita pernah menguburkan munir.
Di atas meja, malam terhidang bersama kesedihan. Seperti mengantar kakek ke kuburan. Membawa gumpalan tanah yang sama. Membawa sebuah Koran dan nasi bungkus.
Di jalanan, kaki tentara berkisah tentang pemerintahan yang korup dan otoriter, jaringjaring bahasa yang satu arah –sepeda, becak, pejalan kaki di larang melintas! Mobilmobil berlarian menembus jalanan. Senapan memuntahkan beribu jarum di jantung negeri. Bapak kembali tersedak duriduri ikan. Di mintanya aku memukul punggungnya, seperti memukul beduk saat maghrib tiba.
Di atas meja, batangbatang padi tumbang mencium tanah, seperti diriku yang sedih mengenangnya:
Munir!



Sumenep 2010



Sabtu, 14 Januari 2012

sajak yan zavin aundjand







Tambangan

orangorang menangisi pembaringan berselimut kafan. inginnya mengembalikan waktu. mengulang masa lalu. nyanyian riang membahana dalam riak tangis menyapu kenangan. bau tanah menyeruak seperti bau kembang tujuh rupa dipasang di setiap sudut ruangan. sunyi tibatiba menyeret halaman panjang ke telaga.

wujud kepasrahan diri merelakan tiada. uang receh diberikan untuk mereka yang datang, bukan sebagai pengemis, tapi relawan tangan tuhan sebagai penghibur hati yang gaduh. ayatayat suci pun mengalun demi keselamatan manusia dari amarah. ada yang sibuk mencatat kepulangan dan pergi meninggalkan kenangan.

orangorang pada pergi ke halaman mengemas sunyi dimandikan. lagilagi berharap waktu kembali menabur kembang. tangantangan mengurapi tubuh dibiarkan telanjang sambil mulut berucap zikir dan gema nyanyian ilahi. ruh menatap dari arah jalan tempat kapur dan kemenyan dibuang agar benarbenar sampai pada halaman pemujaan.

Yogyakarta, 2011



Rébbá
:malam Jumat

malam jumat; ruhruh bújú’ berpulang ke tanah asal. pun yang mati akan mengintip matahari menggeser tubuhnya, membenamkan asap pecut yang meliut ke angkasa, tubuh merah kuning melesat dari sela kerak tanah kering coklat.

yang berdiam dalam dirimerekam malam di arwah hingga sunyi di hati abai pada
rumah gaduh, bertukar nasib, berebut dupa yang disulut demi sang jagat.

malam jumat adalah malamnya, malam setubuh ruh.

malam yang damai, rumah pun jadi ramai; butiranbutiran nasi dan runcing doadoa menembus langit kelewat pekat. pun bau dupa menyesap ke ruangruang senyap, bagai tangantangan takdir terulur -menepis marah bánakéron yang tak pernah lelah memamah tubuh. tulangtulang remuk menoreh luka-dendam di dada sampai rébbá mengurai riwayat kesucian hingga kehidupan kembali dibangkitkan.

Taman Sare, 2009-2010


Ayah

yah, aku muak dengan airmataku tumpah. di jalan airmata, di sekolah airmata, di masjid dan di mana saja aku ada adalah airmataku terjatuh. perut rasanya perih sekali melanjutkan perjalanan ini. tenggorokanku kering memuntahkan isi perutku. keringatku tertinggal di jalanjalan, warnanya kuning berbau asin, seperti keringatmu ayah saat kau pulang dari sawah sehabis menanam benihbenih kerinduan untuk ibu dan anakmu.

yah, tengoklah negeri anakmu dengan doa keperkasaanmu. negeri yang kau simpan dalam hatimu membentuk kenangan dan kisah anak rantau. tapi airmataku itu ayah airmata ibu yang membuatku bertahan menahan sampahsampah kota dari sisasisa luka di dadaku.

engkau ayah, anakmu seperti dirimu. mengikuti musim dalam sepekan. sumursumur di ladang itu kau bikin dari keringatmu sendiri. sedang ibu memasak airnya tanpa lelah —untukmu, sampai sumursumur itu kering, panenan tak ada. ibu memanggilmanggilmu dengan tangisku di dapur yang sudah tak keluarkan asapnya.

yah, bila kutitipkan hidupku pada angin, kau akan temui aku di ujung jalan tanpa suara, tanpa menanyakan apaapa tentang keadaanku. lalu kutitipkan sisa airmata darahku untuk ibu tentang rinduku beraksara biru.

Jakarta-Yogyakarta, 2010

Sabtu, 07 Januari 2012

wanita dalam gambar



sajak-sajak

MENYELAMI MUTIARA DIJANTUNG BUNDA
Oleh : Andi Bahtiar

Angka angka kebesaran yang ku ambil dipematang sawah
Bersama untaian rindu bunga impian
Gemercik angin mengibarkan daun-daun siwalan
Memanggil mentari
Pada gesekan reranting
Selepas panas itu,
Kulihat wajah-wajah meneteskan keringat
Seperti gigil rindu dalam bayang-bayang Pegunungan
ramai dengan pemuja keagungan

ingin kupinang anak-anak batu
Lewat desau burung diranting rapuh
terikmu mendinginkan hatiku
Atas semua kebesaran

Sesaat kulihat wanita pencari kayu
Berlepasan tangan dengan  rongsokan daun
Serta kotoran-kotoran hewan
Meski panas kini menjulang diatasnya
Namun hati besarnya ingin selalu tegar
Menemani waktu
Menggali nasibnya ditengah belahan bumi
Bola mataku kini berpijar lepas
Seperti kembang dihulu-hulu sungai
berdempetan dengan batu dan tanah
Yang menyimpan logam

Akupun ingin berlayar;
Dari daun kedaun membisikkan rindu
Menikmati terik matahari
Diatas gunung-gunung yang menyimpan seribu sungai

Surabaya, 15-05-2010

KADO BUAT PARA NELAYAN
Oleh : Andi Bahtiar

Kemaren aku titipkan karangan bunga
Sehabis perahumu membawa laut
Ketengah deburan ombak
                                    Pekabar sore itu, Pak !
Senja mulai rindu tentang dayungmu
Dengan denting suara yang menuturkan kemenangan
Anak-anakmu menunggu ditepian
Hingga laut yang begitu panjang menjadi
sketsa rumah-rumah pasir
Dan, Hatimu yang begitu tegar
memanggul rumah harapan
diatas deburan ombak;
Seperti para penggali batu, pasrah !
Namun, pena dayungmu
tidak pernah kupakai diperguruan tinggi
yang Menunnjukkan sebuah keberanian
Untuk melukis langit dengan pohon kecil tanpa akar
merindukan pulau-pulau yang dilipat
Dalam saku anak-anak para nelayan.

Sumenep, 11-13-2011
  
TENTANG MIMPI
Oleh : Andi Bahtiar

Sehabis berucap do’a pada nenek moyangku
Kampung-kampung ini kubangunkan
Istana yang begitu megah
Pada malam tanggal 1 syawal ;
kupanggil ribuan bulan
                                                                        Dan Bintang
Untuk melihatnya
Sebagai pembangunan terbesar yang dilakukan
Oleh anak-anak petani;
sebuah desa yang sangat terpencil
                        dibesarkan dari kicau burung
Serta kasih sayang seorang bidadari
Perjalananku dengan jibril
kucatat diatas butiran-butiran debu
biar digali oleh penduduk setiap hari

sumenep, 22-01-2011

PANEN EMAS
(Buat Petani Tembakau)
Oleh : Andi Bahtiar

Satu tahun aku menunggumu
Dengan kunci kesabaran
Meski hujan dan panas mengguyur tubuhku
Saudaraku tetap sabar menunggu
Diakhir agustus yang cemerlang ini
Disaat rakyat merayakan upacara kemerdekaan
Menyanyikan lagu kebanggaan ;
menjadi bangsa yang kaya
Sambil memberimu air minum yang cukup
Karena kulihat terik matahari membuatmu begitu haus
rasa letih dan kucuran keringat
Yang membasahi negeri ini;
Kulihat engkau tersenyum
                                    Membawa kabar keberuntungan
diatas tanah coklat ini
Akan lahir masa kejayaan
Yang menjadi harapan
Untuk bertahan sebagai holifah

Sumenep.12-08-2011

HISTORIKA MALAM DISEBUAH DESA
Oleh : Andi Bahtiar

Hening ; angin berucap mantra
Dipadang-padang karbala
Menyusuri reranting digelap petang
Melukiskan hujan disaat purnama

Rasa dingin diujung malam
Meretaskan mimpi dipucuk daun
tentang pertemuanku dengan hidir
Dalam sebuah sajak

Para penduduk terlalu lena dengan aroma dingin
Dan Seliur angin yang menepis di bilik gubuk
Mengajaknya berdansa dipertengahan petang

Namun disaat teriakanku membekukan malam
Dalam sajakku, kupinang kesunyian desa
Dengan kalimat pujian
Seperti taburan bunga menjelang pesta kematian

Malam terus berlayar dipadang-padang tandus
Melihat orang –orang yang tidur
Beralaskan tikar daun siwalan begitu nyaman
Karena besok akan bermain kata-kata
Diatas tanah-tanah coklat
dan gundukan batu-batu harapan
sumenep, 25-06-2010