mahendra
MAKAR SEEKOR IKAN GABUS
"ikan dimana kau?"
"di hatimu!"
perlahanlahan tubuhmu berlendir dan amis, seperti ikan.
seperti tiap pagi datang dan matamu meremang. bermunculan ikaniakan dari hatimu. serupa gamang -remangremang cahaya teplok di atas perahu, menjauh di ujung selat- laut biru menunggu lesu. diteluk orangorang memanjat hajat. mengirim do'ado'a ke punggung bukit. di lebak, berloncatan ikanikan dari bibirnya; memanggil kilat dan petir agar datang membawa murka. kemudian diangkat tangannya: menunjuk ke langit. langitlangit rumah coklat tua di balebale kapalnya. ke barat- timur ke selatan-utara pukat di sebar menutupi mimpimimpi menangkapi kutukan di teluk, bubububu berlumut di rendam rindu: "bismillah, kan-ikan, ikan gabus, janji di bawa sampai mati. jika engkau datang, tinggallkan angin sakal di negeri eberang. di sini, siwalan akan aku bawa berlari".
di tengah air ini. arus begitu kuatmenarikku. seakan masa lalu yang kelabu. bau amis memasuki hidung, persis sekelompok orangorang gelap; dengan senapan dan bayonit merayapi ketakutan warga. di tengah ketakutanku, seketika rumahrumah sepi, sekolah dan madrasah, dangau, musallah dan biara sunyi. meninggalkan gaung do'ado'a dalam diri. do'ado'a, sebelum air keramat di basuhkan ke kapal, jika para nelayan pergi nyampan.
"di hatimu!"
perlahanlahan tubuhmu berlendir dan amis, seperti ikan.
seperti tiap pagi datang dan matamu meremang. bermunculan ikaniakan dari hatimu. serupa gamang -remangremang cahaya teplok di atas perahu, menjauh di ujung selat- laut biru menunggu lesu. diteluk orangorang memanjat hajat. mengirim do'ado'a ke punggung bukit. di lebak, berloncatan ikanikan dari bibirnya; memanggil kilat dan petir agar datang membawa murka. kemudian diangkat tangannya: menunjuk ke langit. langitlangit rumah coklat tua di balebale kapalnya. ke barat- timur ke selatan-utara pukat di sebar menutupi mimpimimpi menangkapi kutukan di teluk, bubububu berlumut di rendam rindu: "bismillah, kan-ikan, ikan gabus, janji di bawa sampai mati. jika engkau datang, tinggallkan angin sakal di negeri eberang. di sini, siwalan akan aku bawa berlari".
di tengah air ini. arus begitu kuatmenarikku. seakan masa lalu yang kelabu. bau amis memasuki hidung, persis sekelompok orangorang gelap; dengan senapan dan bayonit merayapi ketakutan warga. di tengah ketakutanku, seketika rumahrumah sepi, sekolah dan madrasah, dangau, musallah dan biara sunyi. meninggalkan gaung do'ado'a dalam diri. do'ado'a, sebelum air keramat di basuhkan ke kapal, jika para nelayan pergi nyampan.
ditengah air ini.
di tengah arus yang membawa ketakutanku. kemudian aku hanyalah lukaluka waktu.
bergetar par-exellence memadati hatimu. seperti ikan gabus di kepala
ibu-bapakmu.
Sumenep
2010
mahendra
LAGU
IKAN ASIN
:Ultima volta, gorky!
di daratan:
seseorang merasa kemalangan manusia adalah sesuatu di masa lalu. nasib buruk
yang berhamburan menutupi langitlangit kamar. hingga badai tak dapat di cegah,
angin marah gelisah, orangorang berhayal menjadi barbosa di buritan kapal. tapi
kematian mengikuti pelanpelan dengan langkah pasti. "waktu yang berlepasan
setajam belati". di daratan kau tak melakukan apapun selain membatu.
lantas kemarin, hari ini sama saja bahayanya. di daratan; kita adalah ikanikan yangmalang . menciumi
kemarau dengan janjijanji kematian yang jelas. serupa jalanjalan cahaya di
tiang petromak; matahari terjatuh. memeram mimpimimpi sebagai ilusi. dan masa
lalu menulisnya sebagai puisi.
dimana akan kita cari kematian? tak ada kematian dalam kamusku, apalagi yang ke dua. sebab ia hanya di darat menulis nasibnya. di darat; tempat orangorang sawi menguliti batok kepala tamannya, kemudian mengalungkannya sebagai takdir.
di daratan: kematian di ulang sebagai dendam. seperti puisi.
lantas kemarin, hari ini sama saja bahayanya. di daratan; kita adalah ikanikan yang
dimana akan kita cari kematian? tak ada kematian dalam kamusku, apalagi yang ke dua. sebab ia hanya di darat menulis nasibnya. di darat; tempat orangorang sawi menguliti batok kepala tamannya, kemudian mengalungkannya sebagai takdir.
di daratan: kematian di ulang sebagai dendam. seperti puisi.
Sumenep
2010
Mahendra
MAKAN MALAM BERSAMA AYAH
:Munir!
Gumpalan tanah adalah rumahnya.
Seperti siang yang panjang. Berkisah tentang kehidupan yang sesungguhnya;
tentang apakah yang mereka mimpikan? Beritaberita yang tak berpihak terus saja
menjadi kanakkanak nakal, menghilangkan tubuhnya pada aspal, senja dan stasiun:
dimana kita pernah menguburkan munir.
Di atas meja, malam terhidang
bersama kesedihan. Seperti mengantar kakek ke kuburan. Membawa gumpalan tanah
yang sama. Membawa sebuah Koran dan nasi bungkus.
Di jalanan, kaki tentara berkisah
tentang pemerintahan yang korup dan otoriter, jaringjaring bahasa yang satu
arah –sepeda, becak, pejalan kaki di larang melintas! Mobilmobil berlarian
menembus jalanan. Senapan memuntahkan beribu jarum di jantung negeri. Bapak
kembali tersedak duriduri ikan. Di mintanya aku memukul punggungnya, seperti
memukul beduk saat maghrib tiba.
Di atas meja, batangbatang padi
tumbang mencium tanah, seperti diriku yang sedih mengenangnya:
Munir!
Sumenep 2010